Senin, April 29, 2024

Yaconias Ajambuani, Anak Pedalaman Yang Tak Gentar Hadapi Tantangan

Namanya adalah Yaconias Ajambuani, lahir di Asiti, sebuah kampung di pedalaman Kabupaten Tambruaw, 15 Januari 1982. Ia  adalah anak keenam dari 6 bersaudara, buah dari pasangan David Ajambuani  (alm) dan Antonia Apoki (alm).

Nias atau Yaco adalah panggilan akrabnya. Ia terlahir di keluarga yang sangat sederhana, ayah dan ibunya adalah petani yang tidak pernah mengenyam bangku Pendidikan. Meski orangtuanya tidak berpendidikan, sejak kecil Nias dan kakak-kakaknya dinasehati oleh orangtuanya untuk selalu rajin beribadah, jujur dan baik terhadap sesama, terutama harus rajin sekolah. “Orangtua selalu mengatakan, untuk hidup baik dan sukses, satu-satunya jalan adalah sekolah. Hampir setiap hari dinasehati demikian. Meski hanya seorang petani dan tidak mengenyam pendidikan formal, wawasan bapa sangat jauh ke depan. Selain selalu mendorong anak-anak untuk sekolah, orangtua sangat disiplin dan pekerja keras,” ungkap Yaco.

Karena prinsip tersebut, saat berada di kelas VI SD YPK Asiti, bapanya memindahkannya untuk sekolah di SD YPPK Senopi dan lulus tahun 1996. “Waktu di kelas VI, guru pernah tidak masuk sekolah hampir 2 bulan. Anak-anak tidak belajar akhirnya, bapa pindahkan saya ke SD YPPK Senopi. Bapa cemas jangan sampai saya tidak lulus SD sehingga tidak dapat lanjut ke SMP karena guru tidak pernah masuk mengajar. Akhirnya, saya lulus dan melanjutkan di SMP Negeri Kebar,” ujar Yaco.

Setelah menamatkan SMP Negeri Kebar tahun 1999, Yaconias melanjutkan ke SMA Negeri 02 Manokwari. Di masa SMA inilah, ia harus belajar mandiri karena tinggal jauh dari orangtua dan kerabat. Bahkan untuk bisa sekolah dan bertahan hidup, Yaconias harus rela banting tulang mencari tambahan penghasilan dengan mendorong gerobak di pasar Wosi. “Waku SMA, saya tinggal dengan kaka di Jalan Baru. Tapi mereka tugas di pedalaman dan baru ke kota 3 bulan sekali. Untuk bisa makan  setiap hari dan bayar uang sekolah, setelah pulang sekolah, saya ke pasar Wosi dorong gerobak. Uang hasil dorong gerobak untuk beli sabun, buku, pena, seragam, supermi dan beras untuk hidup sehari-hari,” ujarnya.

Menurut dia, gerobak yang digunakan diperoleh dengan menyewah dari pemilik gerobak di pasar Wosi. “Saat sekolah, di dalam tas saya sudah simpan baju ganti. Pas pulang sekolah saya ganti pakaian seragam di rumah teman dekat pasar Wosi, langsung menuju pasar. Tapi kalo hari libur atau hari minggu, saya sudah ke pasar pagi-pagi. Saat di pasar, kami para pendorong gerobak harus saling berebutan untuk mengangkut barang jualan mama-mama yang datang dari kampung. Kami sering dapat upah Rp. 5.000 sampai 10.000 tetapi kalo rejeki, ada mama-mama yang kasih Rp. 50.000 bahkan Rp. 100.000. Tapi kadang juga sial karena saat angkut barang-barang jualan atau belanjaan, gerobak jatuh sehingga  sering dapat marah bahkan tidak dikasih upah,” ujarnya.

Berkat kerja kerasnya, kata Yaconias, ia berhasil menamatkan pendidikan SMA tahun 2003. Setelah tamat, ia pun dengan penuh keyakinan mengikuti tes STPDN dan lulus dengan predikat terbaik. “Waktu SMA meskipun dorong gerobak, saya belajar dengan giat apalagi saya anak pendalaman dan anak petani. Saya bertekad membuktikan kepada orangtua, saudara dan teman-teman bahwa anak pedalaman pun bisa lulus STPDN dan syukur berhasil sebagai lulusan terbaik,” ungkap Yaconias yang kini memiliki 5 orang anak, buah penikahannya dengan Valantina V. Howay.

Usai dinyatakan lulus, Yaconias memantapkan langkahnya tanpa rasa minder dan ragu sedikitpun untuk mengikuti pendidikan di STPDN Jatinangor, Bandung, Jawa Barat dan lulus tahun 2007. “Semua orang tahu bahwa yang sekolah di STPDN itu  berasal dari seluruh Indonesia dan umumnya siswa-siswa berprestasi. Saat sekolah di sana, saya sudah bertekad agar harus pulang bawah ijazah tepat waktu dan syukur dapat berhasil,” ungkapnya.

Setelah menamatkan pendidkan di STPDN, Yakonias kembali ke daerah asalnya dan mulai mengabdikan dirinya sebagai seorang ASN. Ia mulai merintis kariernya dengan menjadi  Kepala Seksi Trantib pada Kantor Distrik Mubrani tahun 2008. Perlahan namun pasti, anak kampung yang sederhana, murah senyum  serta pekerja keras ini mulai menampak setapak demi setapak kariernya di jalur birokrasi pemerintahan. Tahun 2010, dia dipercaya sebagai  Sekretaris Distrik Miyah, Kabupaten Tambrauw 2010. Tahun 2013, Yaconias kemudian dilantik sebagai Kepala Distrik Senopi, Kabupaten  Tambrauw dan pada tahun 2015 dia dilantik oleh Bupati Gabrierl Asem sebagai Sekretaris Bappeda dan Litbang  Kabupaten Tambrauw. Saat itu, usianya relatif masih terbilang muda yaitu 33 tahun dengan golongan IV B. Dan pada tanggal 22 Mei  2022, lelaki sederhana ini diberi amanah dan dilantik sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Kabupaten Tambrauw.

Ketika ditanya, apa kunci keberhasilanya, dengan mata menerawang jauh dan dengan nada religius Yaconias, penganut Kristen Protestan yang taat  ini berujar singkat: semuanya karena campur tangan Tuhan. “Apa yang saya capai sekarang terutama karena berkat Tuhan dan cinta Tuhan bagi saya. Juga karena doa dan dorangan keluarga disertai kerja keras, disiplin, jujur dan setia. Saya ingin membuktikan bahwa anak dari kampung di pedamalan Papua juga punya kemampuan dan tak kalah dengan anak-anak di perkotaan,’ ujarnya.

Setelah mengabdi dan melayani di daerah asalnya Kabupaten Tambrauw, Yaconias  masih menyimpan obsesi yang belum terwujud sampai saat ini yakni ingin agar anak-anak yang ada di pedalaman Papua terutama Tambrauw dapat memperoleh pendidikan yang sama dengan anak-anak di daerah perkotaan melalui pendidikan yang berkualitas didukung sarana pendidikan yang memadahi serta tenaga guru yang berkompeten. “Kalo dulu, kadang di sekolah hanya lantai tanah, tidak ada dinding, kadang guru baru ada 3 atau bahkan  4 bulan, ke depan anak-anak di pedalaman jangan lagi mengalami hal seperti itu karena kunci dari kemajuan suatu daerah adalah pendidikan. Artinya, generasi muda Papua harus disiapkan melalui pendidikan yang berkualitas karena mereka adalah masa depan suatu daerah, bangsa dan negara. Generasi muda Papua harus disiapkan agar tidak hanya pandai seara intelektual tetapi juga berintegritas, punya etika dan moral yang baik dan beriman,” tandas Yaconias yang pada tahun 2020 lalu dapat menyelesaikan pendidikan strata 2 di STIA LAN Jakarta jurusan Manajemen Pembangunan Daerah.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua, kakak dan sahabat terutama  isteri dan anak-anak  yang telah mendukungnya dengan tulus serta pemerintah daerah Kabupaten Manokwari dan Tambrauw yang telah memberikan kesempatan baginya sebagai seorang anak pedalaman untuk menempuh pendidikan dan kembali membangun tanah leluhurnya. “Kabupaten Tambrauw masih jauh tertinggal karena kondisi geografisnya yang sangat luas dan menatang. Maka sebagai anak asli Tambrauw, saya ingin membaktikan diri saya untuk masyarakat Kabupaten Tambrauw sesuai cita-cita awal pemekaran daerah itu, Tambrauw untuk Tambrauw,” ujarnya mengenai cita-citanya ke depan.

BIODATA:

Nama: Yaconias Ajambuani, S.STP, M.Tr. AP

TTL: Asiti, 15 Januari 1982

Orangtua:

Ayah   :  David Ajambuani (alm)

Ibu       :  Antonia Apoki (alm)

Isteri: Valantina V. Howay

Anak:

1.William Agus Ajambuani

  1. Wellfred David Ajambuani

3.Felecia Ajambuani

  1. Michelle V Ajambuani
  2. Ezra Ajambuani

Pendidikan:

SD YPK Asiti (Tahun 1990-1995)

SD YPPK Senopi (1995-1996)

SMP Negeri Kebar  (1999)

SMA Negeri 02 Manokwari (2003)

STPDN Tahun (2007 )

S2 STIA LAN Jakarta Konsentrasi Manajemen Pembangunan Daerah (Tahun 2020)

Jabatan Saat Ini:

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Kabupaten Tambrauw (Mei 2022…..)

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

5 × two =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir