MANOKWARI, Kasuarinews.id – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat terus mendorong lembaga kesenian tradisional untuk terus berkiprah dan menujukan eksistensinya, salah satunya dengan menggelar pelatihan peningkatan kapasitas tata kelola lembaga kesenian tradisional tahun 2021 yang berlangsung di Swiss belhotel, Manokwari pada Kamis (18/11/2021) dan iikuti kurang 50 peserta dari perwakilan Sanggar dan pelaku seni.

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Papua Barat, Yusak Wabia saat pembukaan kegiatan ini mengatakan, peran seni budaya adalah sebagai pembangunan karakter untuk terus mendidik dan mengajarkan tentang kearifan lokal pada generasi dengan dasar kesenangan dan kebutuhan untuk memahami seni.
“Seni budaya menduduki poin penting yang mendasar dalam pembangunan suatu daerah. Secara umum semakin generasi muda kita mencintai dan memahami seni budaya leluhurnya sendiri, maka tidak akan mudah terkontaminasi oleh budaya-budaya luar,” ujarnya.
Menurutnya, di sisi lain perkembangan teknologi informasi yang luar biasa dan pelaku seni budaya harus mampu cepat beradaptasi dan memanfaatkan percepatan teknologi pelaku seni tidak alergi dengan perkembangan teknologi informasi tanpa meninggalkan jati diri budaya asal. “Jika seni budaya dikembangkan dan diberi ruang yang lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini juga dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah,” ungkapnya.
Yusak mengatakan, salah satu potensi pariwisata yang ada di Provinsi Papua Barat adalah seni ukir dan anyam dan beragam jenis kesenian yang masih aktif berkarya melalui sanggar-sanggar maupun kelompok seni.
“Kegiatan peningkatan kapasitas tata kelola lembaga kesenian tradisional yang dilaksanakan hari ini merupakan salah satu kegiatan strategis mengingat Papua Barat memiliki kekayaan budaya dan nilai kearifan lokal yang luhur serta memiliki ekspresi kebudayaan yang autentik dan beberapa lainnya yang merupakan hasil akulturasi,” jelasnya.
Dia berharap, melalui kegiatan ini para pelaku seni selalu berinovasi dan beradaptasi mengelola sanggar-sanggar yang ada dan kelompok seni dengan memanfaatkan fasilitas pelatihan ini untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sanggar masing-masing. “Jangan ada kesan, menjelng suatu iven atau kegiatan baru muncul lembaga-lenmaga kesenian seperti sanggar dan setelah selesai kegiatan, juga bubur. Kita tidak mau seperti itu. Sanggar seni misalnya harus punya legalitas, punya tempat latihan, berlatih secara rutin dan sebaginya,” ungkap Wabia.
Medi Mokoago, Kapala Bidang Kesenian Dinas Kebudayan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat saat berdiksusi dengan peserta, mendapat kesan banyaknya sanggar seni yang bersifat musiman. “Ada kesan, jika ada suatu iven banyak muncul sanggar. Tujuannya hanya untuk dapat bantuan, tetapi setelah selesai kegiatan, sanggar juga hilang, menunggu sampai iven berikutnya baru muncul lagi. Kita di sini belum berpikir mendirikan sanggar jangka panjang yang punya legalitas dan tempat berkreasi sendiri. Sanggar itu penting karen menjadi tempat untuk berkreasi dan melestasian seni-budaya Papua,” ungkap Medi.
Pemerhati seni budaya khusus seni tari, Ibu Sri juga mengungkapkan hal yang sama. “Kita di Manokwari dan Papua Barat punya potensi yang luar biasa tetapi sekan tidak ada tempat dan ruang untuk berkreasi. Untuk itu, saya usul kepada pemerintah kabupaten/kota di Papua Barat agar dapat menyediakan panggung dan ruang yang dapat menjadi tempat bagi pelaku seni untuk berkarya. Jika sanggar-sanggar seni diberdayakan dan melakukan pentas secara rutin maka jika ada iven besar seperti HUT Kabupaten/kota, HUT provinsi atau perayaan keagamaan, tidak perlu susah cari-cari lagi, tinggal dipanggil untuk pentas. Jangan mau acara baru kumpul anak-anak muda latihan 3 hari full untuk pentas,” ungkapnya. (AN)