MANOKWARI, Kasuarinews.id – Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Keliopas Meidodga saat berbincang dengan Kasuarinews.id di kediamannya, Selasa (18/1/2022) menegaskan bahwa secara pribadi maupun lembaga, dirinya maupun Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai tidak pernah memberi lampu hijau apalagi ijin bagi siapapun juga termasuk pengusaha untuk melakukan penambangan emas ilegal di kampung Wasirawi, Kali Wariori, Distrik Masni. “Ada rumor yang berkembang di kalangan masyarakat bahwa penambangan itu dilakukan karena ada ijin dari lembaga adat. Untuk itu, pada kesempatan ini, saya tegaskan lagi bahwa saya secara pribadi maupun sebagai kepala suku Arfak keturunan Irogi Meidodga maupun sebagai Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai yang berkantor di jalan Pahlawan, Manokwari tidak pernah memberi ijin apalagi membubuhkan tandatangan untuk penambangan ilegal di Kampung Wasirawi. Apalagi sampai memberi ijin bagi pengusaha untuk menggunakan alat-alat berat melakukan penambangan yang akhirnya merusak hutan,” tegas Keliopas.

“Kami Kantor DAP Wilayah III Doberai tidak pernah sedikitpun mengundang dan membubuhkan tanda tangan untuk menghadirkan pengusaha untuk melakukan usaha penambagan emas ilegal di Kali Wariori Kampung Wasirawi, apalagi terima uang dari pengusaha untuk pertambangan ilegal,” ujar Keliopas lebih lanjut.
Menurut dia, bagi orang Papua, filosofis bahwa tanah itu adalah mama yang memberi kehidupan bagi masyarakat harus dijunjung tinggi sehingga tidak bisa dirusak secara sembarangan apalagi dengan nafsu hanya untuk mengeruk keuntungan. “Karena filosofis itu, tanah harus dijaga bukan dirusak dengan menggunakan alat berat untuk mencari emas seperti yang terjadi saat ini di kali Wariori. Sebagai kepala suku dan ketua DAP, saya bekerja atas dasar filosofis itu sehingga selalu takut akan Tuhan.,” ungkapnya menambahkan penambangan ilegal di kampung Wasirawi itu menyebabkan lingkungan jadi rusak dan kelak bisa saja mendatangan musibah bagi seluruh warga masyarakat.
Dan untuk mengatasi penambangan emas ilegal di kali Wariori, Keliopas berhara agar tiga kepala suku besar Arfak yaitu kepala suku besar Arfak keturunan Lodwick Mandacan yaitu Drs Domingus Mandacan (Gubernur Papua Barat ), Kepala Suku Arfak keturunan Barent Mandacan Drs. Nataniel Mandacan (Sekda Papua Barat ) serta kepala Suku Arfak Keturunan Irogi Meydodga Keliopas Maidodga (Ketua DAP Wilayah III Doberai) agar dapat duduk bersama dan mengumpulkan semua ketua keret, ketua- ketua Marga dari kepala air kali Wariori, Kali Waramui hingga kampung Wasirawi sampai Testega di Kabupaten Pegunungan Arfak agar dapat duduk bersama membicarakan penambangan ilegal tersebut.
“Tiga kepala suku besar Arfak harus duduk bicara bersama demi menertibkan penambangan emas ilegal di kampung Wasirawi agar semua penambang liar tidak sesuka hati menambang emas di kampung Wasirawi dengan ratusan eksafator yang kemudian akan merusak lingkungan. Mengapa harus duduk bersama, karena bisa jadi, pengusaha itu berani bawah alat berat untuk melakukan penambangan karena sudah membayar sekian ratus juta kepada pemilik ulayat. Dan sesuai pemantauan lapangan ternyata sudah ada ratusan eksafator yang pakir di kali Aymasi siap naik gunung untuk gali emas di Wasirawi. Untuk itu, segera harus ditertibkan,” tegas Keliopas.
Kata dia, pembicaraan soal penambangan emas ilegal di Kali Wariori harus dibicarakan tuntas karena menimbulkan kerusakan lingkungan yang begitu besar yang efeknya di kemudian hari akan dirasakan masyarakat adat sendiri. “Misalnya, banyak kasus lingkungan di Timika, Dogiyai, Nabire sudah menjadi contoh bagaimana lingkungan menjadi hancur dan rusak. Sungai-sungai tercemar merkuri, danau berubah warna, ikan di sungai mati. Dan yang menjadi korban adalah masyarakat adat pemilik ulayat. Kita tidak ingin pengalaman itu terjadi juga di Manokwari,” ungkapnya.
Dia juga meminta agar para investor dan pengusaha yang melakukan penambangan ilegal di Kampung Wasarawi dapat menghentikan aktivitasnya. “Tujuannya agar para kepala suku dapat duduk bersama untuk bicara sehingga di kemudian hari, masyarakat tidak selalu menjadi korban,” ungkapnya. (AN)