MANOKWARI, Kasuarinews.id– Asisten II Setda Kabupaten Tambrauw, Mousche J. Woria, S.Sos, S.IP pada Selasa (16/11/2021) berbicara secara khusus soal upaya dan langkah strategis yang telah, sedang dan akan dilakukan Pemda Tambrauw dalam pencegahan Covid-19 di wilayah tersebut. Hal ini diungkpakan Woria sekaligus untuk mengklarifiaksi pemberitaan di Kasuarinews.id dengan judul “Mousche Woria Sebut Pemda Tambrauw Tidak Serius Lakukan Pencegahan Covid-19,” yang seakan-akan memberi kesan bahwa pemda Tambrauw tidak serius melakukan upaya pencegahan Covid-19 di wilayahnya.

Menurut Woria, sejak awal pendemi terjadi pemda Tambrauw bergerak cepat melakukan sejumlah langkah stretegis seperti yang dianjurkan Pemerintah Pusat dan Provinsi. Tujuannya hanya satu melindungi seluruh masyarakat Tambrauw dari virus mematikan tersebut.
“Sejak awal pandemi, langkah-langkah yang dilakukan mulai penyemprotan disinfektan, distribusi APD, obat-obatan, pembuatan tempat cuci tangan, pembagian masker, pembagian sembako, pemasangan portal di sejumlah titik yang menjadi pintu masuk di Tambrauw seperti di distrik Mubrani dan distrik Salemkai untuk mengawasi arus keluar masuk orang di Tambrauw yang dijaga petugas Satgas termasuk TNI/Polri. Pemda Tambrauw amat serius sejak awal Pandemi bahkan kita adalah kabupaten yang berani pasang portal dan begitu ketat mengawasi pergerakan orang. Tujuannya hanya satu, pemerintah Tambrauw tidak ingin kecolongan dan memastikan bahwa seluruh warganya aman dan baik-baik saja. Hal itulah yang menyebabkan Tambrauw selalu berada pada zona hijau sejak awal pendemi sampai saat ini. Hal itu menggambarkan bahwa kebijakan dan langkah strategis yang ditempuh Pemda Tambrauw untuk mencegah Covid-19 berhasil sampai saat ini,” ujar Woria.
Meskipun demikian, saat kegiatan Advokasi, Sosialisasi dan Komunikasi Covid-19 se-Provinsi Papua Barat pada Senin (15/11/2021) di Swiss belhotel, Manokwari, kata Woria, dirinya mengungkapan kenyataan kongkrit yang terjadi di lapangan yang sering ditemui dalam upaya pencegahan Covid-19 terutama program vaksinasi Covid-19 untuk mengejar target yang ditetapkan pemerintah pusat. “Situasi kongkrit yang terjadi di lapangan itulah yang seakan memberi kesan, Pemda Tambrauw kurang serius mencegah penyebaran Covid-19,” tutur Woria.
Woria lantas menyebut sejumlah fakta kongkrit yang seakan melegitimasi kesan tersebut yakni wilayah geografis Kabupaten Tambrauw yang begitu luas. “Karena wilayah yang luas, Tambrauw dibagi menjadi 4 zona pengembagan yakni Sausapor, Fef, Kebar dan Amberbaken Raya. Wilayah yang luas itu harus dijangkau oleh Tim Satgas Covid-19 dan Tim kesahatan dengan bagi masker, buat tempat cuci tangan, bagi obat, dan sebagainya termasuk sosialisasi Covid-19 termasuk vaksinasi,” ungkapnya.
Untuk pelaksanaan sosialisasi kepada seluruh warga masyarakat di wilayah Tambrauw yang begitu luas, kata Woria bukan pekerjaan mudah karena para petugas harus bejibaku dengan medan yang berat, serta sering melewati laut.
“Sosialisasi Covid-19 termasuk program vaksinasi dan kegunaannya bagi masyarakat Tambrauw dengan wilayah geografis yang luas serta tradisi adat yang masih melekat kuat tentu bukan pekerjaan mudah. Nah, menurut hemat saya, jika mau berhasil saat sosialisasi, selain Satgas dan Tim Kesehatan, semua kekuatan harus dikerahkan mulai dari tokoh adat, tokoh agama, perempuan, pemuda agar bisa berhasil. Misalnya soal vaksinasi. Jika mau program vaksinasi berhasil harus sosialiasi dan sudah tentu hal itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit apalagi wilayah Tambrauw yang luas. Hal itulah yang saya sampaikan saat pertemuan. Artinya, mengharapkan pemda Tambrauw saja berat sehingga saya sampaikan ke Provinsi,” tandas Woria.
Hal lainnya kata Woria, terkait pencegahan Covid-19 di Tambrauw terutama program vaksinasi, yaitu masyarakat setempat masih begitu kuat dengan tradisi adat istiadat yang ada sehingga menjadi kendala tersendiri bagi para petugas di lapangan. “Fakta yang terjadi di lapangan, masyarakat tidak mau divaksin karena mereka punya alasan sendiri. Coba bayangkan, petugas sudah jalan jauh-jauh, tetapi saat tiba warga tidak mau divaksin. Mau apa? Masyarakat bilang, selama ini mereka baik dan sehat-sehat saja dan tinggal di kampung, tidak ke mana-mana, untuk apa mau vaksin. Jadi masyarakat di kampung itu tidak mau divaksin, meski sudah didatangi petugas, tetapi tetap tidak. Ini kan kembali ke sosialisasi tadi. Nah, untuk mengejar vaksinasi sesuai dengan target pemerintah, berhadapan dengan situasi seperti itu, memang agak sulit apalagi masyarakat Tambrauw beranggapan dari awal Covid-19 sampai hari ini Tambrauw tetap zona hijau, untuk apa mau vaksin. Hal ini menyebabkan munculnya kesan, kami di Tambrauw tidak serius lakukan pencegahan Covid-19 dengan mendukung program vaksinasi. Syukur sampai saat ini Tambrauw masih zona hijau. Dan memang, angka vaksinasi di Tambrauw masih rendah karena persoalan seperti itu,” ungkap Woria.
Kata Woria, hal itulah yang menyebabkan vaksinasi di Tambrauw belum mencapai 40 persen. “Jika belum capai angka itu, Tambrauw akan naik satu level dari sebelumnya level 1 ke level 2 karena angka penyebaran vaksinasi yang rendah. Di satu sisi kita mau kejar vaksinasi sesuai taget tetapi di sisi lain, geografis luas selain itu masyarakat sendiri menolak vaksinasi sehingga menimbulkan dilema. Untuk itu, butuh sosialisasi. Tapi Pemda Tambrauw berkomitmen untuk terus melakukan sosialiasi mengejar taget vaksinasi 50 persen. Menghadapi dilema seperti itu, pemda Tambrauw sangat realistis dengan program vaksinasi yaitu menyasar OAP 20 persen dan non Papua 40 persen. Dengan demikian kita optimis bisa mencapai angka 50-70 persen,” tutur Woria. (AN)