MANOKWARI, Kasuarinews.id – Tokoh Pemekaran Suara Akar Rumput Kabupaten Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak, Frederik Y. Inyomusi dalam pres rilisnya, Sabtu (18/12/2021) mengatakan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Provinsi Papua Barat, terutama yang menyasar Orang Asli Papua (OAP) harus benar-benar memperhatikan kultur masyarakat lokal, termasuk kondisi geografis suatu daerah.

“Vaksinasi itu sangat baik dan perlu didukung semua pihak tetapi pelaksanaannya harus memperhatikan kondisi geografis suatu wilayah, kultur masyarakat setempat terutama kearifan masyarakat lokal. Misalnya, di Kabupaten Manokwari Selatan, Pegaf, Tambrauw, Maybrat dan lainnya. Tidak dipungkri bahwa masyarakat asli Papua yang tinggal di kampung-kampung di daerah pedalaman seperti Mansel, Pegaf, Tamrbauw, Manokwari dan lainnya memang masih ‘takut’ untuk mengikuti vaksinasi. Itu fakta. Untuk itu, butuh pendekatan persuasif dan humanis untuk mengajak warga mengikuti vaksinasi, bukan dengan cara dipaksa atau diancam seperti yang terjadi di Mansel,” ungkap Frederik.
Menurut dia, pelaksanaan suatu aturan di daerah tidak bisa dengan sistem copi paste dari daerah lain seperti yang diungkapkan Sekda Mansel di media online. “Sebagai sekda tidak boleh berbicara copi paste aturan dari kabupaten dan digunakan di Mansel. Itu salah. Seharusnya, seorang Sekda harus mampu menjabarkan perintah dan arahan kepala daerah dengan tetap memperhatikan faktor seperti keadaan geografis suatu daerah, kultur dan kearifikan lokal masyarakat setempat sehingga tidak terjadi aksi seperti yang terjadi di Mansel,” tutur Frederik.
Dia kemudian mencontohkan pendekatan yang dilakukan oleh Kapolda Papua Barat beberapa waktu lalu terkait pelaksanaan vaksinasi. “Waktu Tim dari Polda ke Mansel, Kapolda sendiri dengan pendekatan persuasif dan humanis memberi arahan kepada warga terkait vaksinasi Covid-19 sehingga warga paham dan dengan inisiatif sendiri mengikuti vaksinasi. Hari itu yang ikut vaksin bisa capai 2000 orang. Mengapa itu terjadi? Karena pendekatan Kapolda sangat baik, tidak terkesan memaksakan masyarakat untuk vaksin. Menjadi pertanyaan: vaksinasi itu untuk melindungi masyarakat atau hanya ingin mengejar target agar Mansel melebihi kabupaten lainnya? Kalo hanya untuk kejar target lebih baik tidak perlu. Saya hanya minta ikuti apa yang sudah ditunjukan Bapak Kapolda. Ini hanya soal pendekatan. Kalo bisa Bapak Sekda ikuti contoh Kapolda. Saya nilai, apa yang disampaikan Sekda di media online hanyalah berusaha menghindar, tinggalkan bupati dan wakil bupati sendirian menhadapi amukan masyarakat,’ ungkap Frederik.
Dan untuk kejadian kemarin, lanjut Fredeik, tidak ada kepentingan apapun selain murni masyarakat. “Jika ada kepentingan lain, tolong Bapak Sekda tunjukan sehingga tidak gagal paham. Tolong jelaskan kepentingan mana yang ikut bermain di sini. Saya tantang Bapak Sekda hari Senin bersama tim vaksinasi naik ke kampung Dibera tempat duka di Distrik Isim dan Pa Sekda jelaskan sehingga keluarga korban mengerti tentang apa yang terjadi, tanpa pengawalan dari kepala daerah atau pihak keamanan,” ungkap Frederik menambahkan pernyataannya di media tidak ada kaitannya dengan SIPD sehingga Sekda tidak boleh membuat opini lain.
“Situasi Mansel hari Kamis kemarin, tidak ada sangkut paut dengan SIPD. Itu spontanitas masyarakat kemarin. Kita harusnya fokus pada topik permasalahan, sehingga jelas tujuan pembicaraan yang ada untuk menjawab mengapa sampai masyarakat bisa bertindak seperti hari kamis kemarin,” terang Frederik.
Kata dia, pelaksanaan program apapun, termasuk vaksinasi harus memperhatikan kultur dan budaya masyarakat terutama di tanah Arfak. “Pendekatan kultural berdasarkan kearifan lokal ini sangat penting agar program vaksinasi dapat berhasil. Buktinya, Tim Polda Papua Barat yang dipimpin Kapoda berhasil karena dalam waktu 17 jam melakukan vaksinasi bagi kurang lebih 2000 orang. Sekali lagi, itu hanya soal pendekatan ke masyarakat, bukan karena paksanaan apalagi ancaman,” tandas Frederik. (Omar)