Minggu, Mei 19, 2024

Buntut Panjang Ucapan Bupati Merauke soal ‘Bayaran’ UU Papua Selatan”

JAKARTA, Kasuarinews.id – Pernyataan Bupati Merauke Romanus Mbaraka dalam videonya yang menyebut adanya ‘bayaran’ terkait undang-undang terkait pemekaran provinsi di Papua berbuntut panjang. Romanus diadukan ke KPK.
Pernyataan Romanus itu sebelumnya beredar di media sosial. Dalam potongan video yang viral itu, Romanus berbicara seperti ini:

Tahun 2020, Bapak Yan Mandenas Anggota DPR RI hubungi saya, Kakak Rom, ini saatnya kakak harus all out, harus habis-habisan, supaya provinsi ini bisa jadi. Hari ini dalam nama Tuhan Yesus, demi leluhur di tanah ini, saya kasih tahu kamu saya punya perjalanan, bagaimana saya kasih gol, saya sudah jadi kepada kakak saya akan buat provinsi bisa jadi, seperti itu

Seperti itu saya pergi ke Pak Yan Mandenas, saya pergi ke Pak Komarudin, saya dekati semua yang ada di DPR, bayarannya mahal, nanti kalau saya sebut, KPK tangkap saya nanti
Bayarannya mahal, saya harus ubah pasal yang Pak Komarudin kemarin bilang. Saya harus bisa meyakinkan untuk kewenangan provinsi ditarik ke pemerintah pusat, tidak cuma lewat persetujuan DPRP dan MRP bahkan gubernur, itu dasarnya
Bermainlah saya di situ seperti mancing ikan kerapu…
Akhirnya pasal itu diubah, begitu undang-undang otsus diubah. Ketika pasal itu diubah akhirnya di situ ditambah bahwa untuk mengusulkan sebuah provinsi baru di Provinsi Papua maka bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, jadi akhirnya tidak tergantung DPRD MRP dan Gubernur. Akhirnya ditarik ke pusat berdasarkan usulan langsung dari masyarakat di daerah

Nah dengan usulan kita yang sudah bertahun-tahun langsung kita diproses untuk jadi sebuah provinsi. Itu ceritanya tapi berjuang setengah mati rasanya kayak urat mau putus-putus karena semua pakai biaya, semua pakai ongkos, begitu. Itu cerita akhirnya provinsi jadi.

Klarifikasi Bupati Merauke

Bupati Merauke Romanus Mbaraka menegaskan pihaknya tidak memberi suap satu rupiah pun kepada DPR RI atas pengesahan UU Pembentukan Provinsi Papua Selatan. Hal ini menyusul beredarnya klip video pidato dirinya yang menyinggung tentang mahalnya ‘bayaran’ pengesahan UU tersebut.

“Dengan benar dan dengan sangat saya katakan tidak ada suap dengan DPR. Kalau ada yang tulis di media massa bahwa itu suap, itu sama sekali tidak benar. Dan itu bisa dibuktikan. Itu sama sekali tidak benar,” tegas Romanus dalam keterangan tertulis, Selasa (19/7/2022) seperti dilansir dari detik.com.

Adapun pidato dalam video tersebut disampaikannya dalam pawai syukur disahkannya UU Pembentukan Provinsi Papua Selatan. Romanus menjelaskan yang dimaksud dalam pidato tersebut adalah biaya yang telah dikeluarkan oleh masyarakat Papua Selatan untuk memperjuangkan terbentuknya Provinsi Papua Selatan.

“Yang saya maksudkan dalam sambutan adalah kami rakyat Merauke di Papua Selatan, rakyat Asmat, rakyat Mappi, dan rakyat Boven Digoel sebelum pemekaran hampir 20 tahun lebih kami berjuang luar biasa untuk membuat Papua Selatan jadi provinsi di tanah Papua,” jelas Romanus.

Kendati demikian, Romanus juga meminta maaf kepada pihak yang namanya ia sebutkan dalam pidato. Ia pun meminta maaf bila penyebaran pidatonya memunculkan ketersinggungan terhadap sejumlah pihak karena pidato yang beredar menurutnya tidak disampaikan secara lengkap.

“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Komaruddin Watubun dan Bapak Yan Mandenas yang saya sebutkan namanya dalam pidato saya saat kembali dari mengikuti penetapan UU Papua Selatan di DPR,” kata Romanus.
Diadukan ke KPK
Buntutnya, Romanus diadukan ke KPK berkaitan dengan videonya yang menyebut adanya ‘bayaran’ terkait undang-undang terkait pemekaran provinsi di Papua.

Aduan itu disampaikan Forum Masyarakat Anti Korupsi dan Mahasiswa Papua ke KPK melalui salah seorang koordinatornya bernama Michael Himan. Dia menuding Bupati Romanus terang-terangan mengaku bermain mata dengan Anggota DPR untuk mengesahkan aturan terkait pemekaran provinsi di Papua.

“Fenomena suap menyuap dalam pengesahan UU bukan hal baru dalam praktik legislasi negara ini, dalam perubahan UU Otsus dan Pengesahan Otsus merupakan puncak dari praktik kotor ini yang kemudian secara terbuka disampaikan Bupati Merauke di depan publik,” ucap Michael Himan, Kamis (21/7/2022). “Romanus mengklaim telah memberikan sejumlah uang dengan nilai besar kepada beberapa anggota DPR RI guna menciptakan skema perubahan Otsus dan penarikan kewenangan ke pusat untuk meloloskan Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru,” imbuhnya.

Tanggapan KPK

Atas aduan itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkannya. Ali menyebut aduan itu akan diverifikasi lebih dulu sebelum ditentukan ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi. “Informasi yang kami terima, benar ada laporan dimaksud. Namun demikian tentu terkait pelapor dan materi laporannya tidak bisa kami sampaikan,” ucap Ali.

“Kami pastikan KPK menindaklanjuti setiap laporan masyarakat dengan lebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap laporan tersebut,” sambungnya.

Ali menjelaskan proses verifikasi itu bertujuan memeriksa keabsahan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hal itu juga untuk memastikan soal kewenangan KPK dalam dugaan perkara itu.
“Verifikasi dan telaah dilakukan untuk memastikan apakah masuk ranah tindak pidana korupsi dan itu menjadi kewenangan KPK ataukah tidak,” kata Ali.

Yan Mandenas dan Komarudin Watubun Merasa Difitnah

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Yan Permenas Mandenas dan anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Komarudin Watubun membantah pernyataan Romanus. Keduanya merasa difitnah.

Mandenas menilai Romanus hendak melakukan manuver politik karena turut sebagai pihak yang mengesahkan UU Pemekaran Papua. Namun, menurut dia, konteks komunikasi Romanus tak benar. “Jadi apa yang disampaikan Bupati Merauke merupakan pernyataan yang memberikan fitnah kepada kami, yang sebenarnya Rp 0 pun tidak diterima sama sekali. Dari beliau atau dari orang-orang beliau pun kami tidak terima apa pun,” kata Mandenas kepada detikcom, Kamis (21/7/2022).

“Menurut saya, Pak Bupati Merauke itu mau melakukan manuver politik untuk meyakinkan publik bahwa beliau itu sebagai salah satu pahlawan dalam memperjuangkan pemekaran Provinsi Papua Selatan, tapi konteks komunikasinya itu salah,” kata anggota Komisi I DPR itu.

Sementara, Komarudin menyebut Romanus berbohong.

“Tidak benar apa yang Bupati Merauke Romanus Mbaraka sampaikan. Semua bohong. Dia tidak pernah bertemu dengan saya dan Yan Mandenas seperti yang dia sampaikan melalui video yang beredar,” kata Komarudin dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (21/7/2022). (KN4)

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

two × 3 =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir