Sabtu, Mei 18, 2024

Gelar Pertemuan dengan Bappenas RI, DAP Wilayah III Sebut Akar Persoalan Kekerasan di Papua Karena Masyarakat Adat Dipinggirkan

MANOKWARI, Kasuarinews.id – Tim Bappenas RI yag dipimpin  Rahmadia Irarisa yang didampingi sejumlah anggota yaitu Elfira Agalea, Diri Rafif dan Yusuf C.M pada Kamis (4/11/2021) menggelar pertemuan dengan Dewan Adat Papua (DAP) wilayah III Doberai di Kantor DAP yang terletak di Jln. Pahlawan.

Rahmadia Irarisa mengatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk saling menukar informasi, namun lebih dari itu Bappenas RI ingin mendengar secara langsung prosesr pembangunan di Papua Barat dari perspektif masyarakat adat serta dinamika internal di dalam lembaga masyarakat adat sendiri. “Kita ke sini untuk mendengar secara langsung dari masyarakat adat yang diwakili DAP, bagaimana dinamika pembangunan di Papua Barat dari perspektif masyarakat adat karena kami tahu masyarakat adat pasti punya banyak infomasi dan data,” ungkap Rahmadia.

Selain itu kata dia, pihak Bappenas meyakini bahwa Otsus Jilid II   akan lebih membumi jika DAP berperan lebih aktif sebagai fungsi kontrol. “Agar bisa memainkan fungsi kontrol tersebut, maka di dalam PP, peran DAP harus dimasukan. Nah, kami ingin mendengar secara langsung konsep DAP seperti apa soal hal tersebut?” ungkapnya.

Di sisi lain, Kepala Pemerintahan Adat DAP wilayah III Doebrai, Samuel Awom meminta agar Bappenas tidak hanya meminta masukan soal dinamkia yang terjadi di tanah Papua khususnya di Papua Barat tetapi dapat juga ikut membantu mengkaji akar persoalan kekerasan dan pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih terjadi di tanah Papua. “Kira-kira dari hasil kajian Bappenas, kekerasan di tanah Papua itu penyebabnya apa? Dan bagaimana solusi dan penyelesaiannya. Itu sangat penting,” ungkap Awom.

Karena kata dia, dari perspektif DAP Wilayah III, persoalan pelanggaran HAM dan tindak kekerasan seperti yang terjadi di Maybrat, Pegunungan Tengah Papua dan daerah lainnya yang sampai saat ini masih terus terjadi karena masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dalam setiap proses pembangunan terutama dalam hal investasi di suatu daerah. “Kita harus jujur mengatakan hal itu. Konflik, kekerasan yang terjadi di Papua sampai hari ini karena masyarakat adat sebagai pemilik ulayat merasa tidak dilibatkan dan dihargai akhirnya mereka bangkit melakukan prostes dan melakukan perlawanan. Jika sudah melawan, masyarakat dicap sebagai KKB atau TPN/OPM. Atau jika konflik antara masyarakat adat dan investor baik di sektor perkebunan, tambang, kehutanan maka investor cenderung meminta bantuan TNI/Polri dan dari situ konflik terjadi. Kalo konflik sudah terjadi maka masyarakat adat dicap KKB, ada pelanggaran HAM dan sebaginya. Jadi bagi kami persoalannya sangat sederhana, masyarakat adat harus dilibatkan karena yang punya tanah adalah masyarakat adat, jangan masyarakat adat dianaktirikan dan dijadikan hanya sebagai penonton dalam proyek besar yang bernama pembangunan. Jika itu masih terjadi maka api kerasan akan terus berkobar. Jadi kami minta Bappenas dengan ujur  mengkaji akar persoalan di Papua dan mencari solusinya secara komprehensif dan berkeadilan,” tandas Awom. (AN)

 

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

four × three =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir