Minggu, Mei 19, 2024

Hadir sebagai Saksi pada Perkara Kepemilikan Senpi, Obed Ayok Sebut Sebagian Masyarakat Membeli Senjata sebagai Mas Kawin

MANOKWARI, Kasuarinews.id – Sidang lanjutan perkara pidana dugaan kepemilikan senjata api tanpa ijin yang mendakwa Alfons Orocomna dan Yunus Musyoi, berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Selasa (29/11). Persidangan yang berlangsung melalui jalur virtual tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi yang meringankan dari para Terdakwa dan Tim Penasihat Hukum dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari. Hadir sebagai saksi adalah Obed Arik Ayok Rumbruren yang juga adalah Ketua Dewan Adat Suku Besar Pedalaman Arfak di Provinsi Papua Barat. Hal ini diungkapkan Yan Ch. Warinussy, SH, salah seorang Penasehat Hukum dari kedua terdakwa dalam pres rilisnya, Rabu (30/11/2022).

Kata Warinussy, dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Berlinda Ursula Mayor, SH, L.LM tersebut, Ayok menjelaskan bahwa dalam kebiasaan adat istiadat Suku Besar Pedalaman Arfak, senjata api memang sudah dijadikan sebagai salah satu alat pembayaran mas kawin, maupun untuk membayar korban kasus pembunuhan antar sesama warga suku Pedalaman Arfak tersebut. “Hal itu sudah berlangsung secara turun temurun sejak jaman dahulu dari para nenek moyang suku Besar Pedalaman Arfak, jadi senjata api dulu itu mulai dikenal oleh kami orang Arfak sejak kedatangan para pedagang dari China yang mempergunakan senjata api sebagai alat tukar dalam perdagangan sistem barter dengan burung Cenderawasih”, jelas Ayok Rumbruren menjelaskan.

Ditambahkannya, lanjut Warinussy bahwa kemudian saat tentara Sekutu datang dalam Perang Dunia II tahun 1942, suku Arfak dilibatkan membantu Sekutu untuk memerangi pasukan Dai Nippon (Jepang). “Setelah tentara sekutu berhasil mengalahkan Nippon, maka senjata-senjata hasil rampasan diberikan sebagai hadiah bagi ketiga Kepala Suku besar Arfak, yaitu Lodewijk Mandatjan, Barend Mandatjan dan Irogi Meidodga, kemudian ketiganya membagikan lagi kepada keluarganya, sehingga senjata api peninggalan sekutu dan Jepang seperti jenis mauser, double lop itu dijadikan mahar atau mas kawin oleh Suku Besar Arfak hingga saat ini”, tambah Obed Arik Ayok Rumbruren di hadapan sidang kemarin seperti diungkapkan Warinussy.

Ketika dicecar oleh Hakim Ketua Nyonya Mayor, apakah kalau tidak menggunakan senjata sebagai Amas kawin, sebuah perkawinan dalam Suku Arfak menjadi batal? Ayok menjawab bahwa senjata selalu merupakan salah satu alat pembayaran mas kawin, terutama apabila orang tuan dari calon mempelai pernah menerima pembayaran mas kawin dengan senjata, maka pasti permintaan mas kawin senjata api akan diberlakukan. Ayok menerangkan pula bahwa dirinya pernah terlibat urusan adat penyelesaian pembayaran kasus pembunuhan di Kampung Warkapi, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat dengan menggunakan senjata sebagai alat pembayaran dan perdamaian adat. Ketika ditanyakan oleh Penasihat Hukum kedua Terdakwa, Yan Christian Warinussy, apakah penggunaan senjata api dalam kehidupan sehari-hari Suku Besar Arfak hanya untuk dijadikan alat pembayaran mas kawin dan membayar korban kasus pembunuhan ? Atau digunakan pula untuk melakukan tindak pidana ? Obed Ayok Rumbruren yang berasal dari Suku Besar Arfak menjelaskan : “biasanya masyarakat hanya mempergunakan untuk pembayaran mas kawin secara adat dan untuk membayar korban kasus pembunuhan saja”. Saat ditanya oleh hakim ketua Mayor tentang apakah masyarakat pedalaman Arfak biasanya setelah memiliki senjata ada mengurus ijin ke negara? Ayok menjawab tidak pernah hal itu dilakukan. Namun dirinya menjelaskan bahwa dia pernah memberi penjelasan kepada Polda Papua Barat dan Badan Intelijen Nasional (BIN) bahwa senjata yang dikuasai sukunya itu semata-mata digunakan hanya untuk alat pembayaran mas kawin belaka serta pembayaran adat kepada korban kasus pembunuhan di kalangan Suku Besar Arfak saja.

Kata Warinussy,  Obed Ayok Rumbruren tidak menampik bahwa dewasa ini beberapa warga masyarakat juga membeli dan menguasai senjata api jenis rakitan seperti halnya yang dijadikan barang bukti dalam perkara Terdakwa Alfons Orocomna dan Yosep Musyoi. “Itu karena senjata peninggalan perang dunia ke II itu kebanyakan sudah rusak, dan berkarat karena termakan usia, maka masyarakat ada yang membeli jenis senjata api rakitan untuk keperluan alat pembayaran mas kawin tersebut, kalau senjata api organik yang dikuasai aparat keamanan tidak yang Mulia”, tambah Ayok Rumbruren dalam sidang kemarin. Sementara itu, saat dicecar oleh Jaksa Penuntut Umum Nyonya Gefilem dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Teluk Bintuni tentang apakah Dewan Adat Suku Besar Pedalaman Arfak yang dipimpin Obed Arik Ayok Rumbruren ada melakukan pendataan jumlah senjata api dan pemiliknya di kalangan Suku Besar Pedalaman Arfak? Rumbruren menjawab tidak pernah hal itu dilakukannya. Sidang kemudian ditutup oleh Hakim Ketua Berlinda Ursula Mayor dan akan dilanjutkan pada hari Selasa, 6/12 mendatang dengan agenda mendengar pembacaan Surat Tuntutan JPU.(KN5)

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

three + eight =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir