Minggu, Mei 5, 2024

Polling Online Cagub Papua Barat Daya 2024 Ramai di Medsos, Masyarakat Harus Paham Soal Ini!

SORONG, Kasuarinews.id – Saat ini dan beberapa waktu lalu, beredar polling online terkait bakal calon gubernur Provinsi Papua Barat Daya untuk Pilgub tahun 2024 nanti. Dari pantauan Kasuarinews.id, polling media sosial jejaring dunia Polling terhadap figur bakal calon gubernur Papua Barat Daya tersebut sudah ada sejak tahun 2022. Misalnya polling yang dilakukan oleh pollingkita tanggal 25 Desember 2022 dengan 1.548 suara. Polling itu dibuat saat Provinsi Papua Barat Daya baru dibentuk kurang lebih 1 bulan. Dan tokoh-tokoh yang masuk dalam bursa bacalon gubernur Papua Barat Daya adalah  nama-nama seperti Bernard Sagrim, Paulus Waterpauw, Lambert Jitmau, Samsuddin Anggiluli, Abdul Faris Umlati, Gabriel Asem, John Kamuru.  Selain itu  pada April 2023, tepatnya 23 April 2023, Dunia Polling juga merilis hasil polling yang dilakukan  yang melibatkan 1465 suara. Berbeda dengan polling sebelumnya, ada nama-nama baru yang muncul seperti Yohanis Momot dan Joppy O. Wayangkau, Elisa Kambu dan ada nama lama yang sudah tidak masuk polling seperti Paulus Waterpauw. Umumnya nama-nama itu masih tetap sama seperti Abdul Faris Umlati, Samsuddin Anggiluli, Lambert Jitmau, Bernard Sagrim dan lainnya. Hasil-hasil polling ini bahkan tersebar ke warga masyarakat melalui pelbagai grup WA.

Melihat fenomena polling di media sosial ini, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Papua Barat Daya, Jonas Kelwulan mengatakan perlu diperhatikan bahwa polling merupakan metode untuk mengukur preferensi atau pendapat publik pada suatu waktu tertentu.

“Namun, polling tidak memiliki keabsahan statistik yang sama seperti survei yang dilakukan dengan metode ilmiah dan representatif secara acak. Polling media sosial juga dapat rentan terhadap bias dan manipulasi, karena tidak semua orang memiliki akses atau berpartisipasi dalam polling tersebut,” ujarnya.

Dalam hal ini, lanjut pria yang akrab disapa Jo ini, hasil polling yang disampaikan di media- media tersebut memberikan gambaran tentang preferensi sementara dari pengguna media sosial terhadap calon Gubernur Papua Barat Daya.

 “Namun, perlu diingat bahwa hasil polling tidak selalu mencerminkan hasil sebenarnya dari Pemilihan Gubernur Papua Barat Daya, yang akan ditentukan oleh suara rakyat pada saat pemilihan berlangsung. Penting untuk mengikuti hasil polling dan survei yang dilakukan dengan metode yang lebih valid dan terpercaya serta melihat perkembangan politik yang lebih luas untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang preferensi pemilih,” jelasnya.

Selanjutnya Jo Kelwulan membeberkan perbandingan berdasarkan keunggulan metode survei dan polling sebagai berikut:

  1. Metodologi yang lebih ilmiah: Survei dilakukan dengan metode yang lebih ilmiah dan terstruktur. Survei dilakukan dengan sampel yang direpresentasikan secara acak dari populasi target, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat tentang preferensi pemilih secara keseluruhan. Polling media sosial, di sisi lain, tidak menggunakan sampel acak dan dapat rentan terhadap bias karena hanya mencerminkan pendapat pengguna media sosial tertentu.
  2. Representativitas populasi: Survei yang menggunakan sampel acak cenderung mencerminkan variasi demografis dan geografis dalam populasi yang lebih luas. Ini memungkinkan survei untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang preferensi pemilih secara keseluruhan. Polling media sosial, di sisi lain, biasanya mencerminkan preferensi pengguna media sosial tertentu dan mungkin tidak mewakili seluruh populasi dengan tepat.
  3. Ukuran sampel yang lebih besar: Survei sering dilakukan dengan ukuran sampel yang lebih besar untuk memastikan tingkat kepercayaan dan ketelitian yang lebih tinggi. Ini memberikan hasil yang lebih stabil dan dapat diandalkan. Polling media sosial, pada umumnya, memiliki ukuran sampel yang lebih kecil dan mungkin tidak mewakili populasi secara menyeluruh.
  4. Pengolahan data yang lebih mendalam: Survei sering melibatkan analisis statistik yang lebih mendalam untuk menginterpretasikan data dan menghasilkan margin of error yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketidakpastian dalam hasil. Polling media sosial, dalam banyak kasus, tidak melibatkan analisis statistik yang serupa dan sering kali tidak memberikan informasi tentang margin of error.

“Dengan mempertimbangkan keunggulan metode survei yang lebih ilmiah, representativitas populasi, ukuran sampel yang lebih besar, dan pengolahan data yang lebih mendalam, survei cenderung memberikan gambaran yang lebih akurat dan dapat diandalkan tentang preferensi pemilih,” ungakp Jo Kelwulan.

Sementara itu, kata Jo Kelwulan, polling media sosial dapat memberikan wawasan tambahan kepada masyarakat tetapi harus dilihat dengan hati-hati dan dengan pemahaman bahwa hasilnya tidak mencerminkan populasi secara menyeluruh. “Semoga ini bisa menjadi pencerahan kepada masyarakat awam, sehingga tidak terjebak pada pembohongan publik secara masif! Dan masyarakat harus diberi tahu soal ini agar lebih paham agar tidak terjebak pada penggiringan opini,” harapnya. (KN2)

 

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

1 × 1 =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir