Minggu, Mei 19, 2024

Suku Mpur dan Ireres Tolak Musdat Lemata, Paul Baru: Bagian dari Dinamika

FEF, Kasuarinews.id – Perwakilan masyarakat adat suku Mpur dan Ireres pada Jumat (20/1/2023) sejak pukul 07.00 Wit mendatangi RSUD Pratama Fef, Kabupaten Tambrauw tempat berlangsungnya  Musdat Lemata. Kehadiran perwakilan masyarakat adat di tempat Musdat Lemata ini menggunakan sejumlah kendaraan jenis hillux dengan membawa aneka pamflet bertuliskan aneka pesan seperti, “Lemata Yang Dibentuk Ilegal”, “Lemata Hadir Untuk Kepentingan Kelompok Tertentu”, “Lemata Hadir menjadi Ancaman Serius bagi 4 Suku di Tambrauw” dan aneka tulisan lainnya. Kehadiran perwakilan masyarakat adat suku Mpur dan Ireres ini untuk menyampaikan aspirasinya kepada pihak panitia penyelanggara Musdat Lemata dan mendapat pengawal ketat dari aparat kepolisian dari Polres Tambrauw. Saat berada di tempat Musdat perwakilan masyarakat adat Mpur dan  Ireres secara bergantian berorasi menyampaikan aspirasinya seperti  Daud Auri yang berasal dari Kebar Timur, Amatus Bame dari Suku Mpur Gunung. Penyampaian aspirasi itu pada intinya menuntut agar pelaksanaan Musdat Lemata ditunda dan dihentikan. Sejumlah panitia yang hadir coba memberikan penjelasan kepada perwakilan masyarakat adat seperti Herman Syufi dan Melvin Wasabiti termasuk dari tokoh masyarakat  Ireres Gabino Syufi tetapi perwakilan masyarakat dua suku ini menuntut bertemu dengan Ketua Panitia Musdat Paul Baru.

Ketua Panitia, Paul Baru pun akhirnya menemui perwakilan masyarakat adat dua suku. Di hadapan panitia, masyarakat suku Mpur kemudian menyampaikan pernyataan sikapnya yang dibacakan Apolos Akmuri. Pernyataan sikap masyarakat suku Mpur ini ditandatangani oleh kepala suku Mpur Suor Paulus Ajambuani dan Kepala Sub Sku Mpur Wot Thomas Warijo. Dalam surat pernyataan yang ditujukan kepada Panitia Lemata disebutkan bahwa mengacu pada rapat terbuka bersama masyarakat adat Mpur yang digelar di masing-masing zona tanggal 16 Januari 2023 dinyatakan sikap sebagai berikut (1) suku Mpur belum menyelenggarakan Musdat guna menunjuk Kepala suku besar Mpur untuk menggantikan alm. Bapak Hofni Ajoi/Ariks dan menujuk kepala suku Mpur Wot untuk menggantikan bapak alm. Welem Warijo serta beberapa sub suku di Mpur Suor dan Mpur Wot. (2) Masyarakat adat suku Mpur berpendapat bahwa belum waktunya untuk membentuk Lembaga Adat yang membawahi 4 suku besar yang berada di Kabupaten Tambrauw (3) Kewenangan Kepal suku di Kabupaten Tambrauw tidak dibawah komando suatu Lembaga apapun yang dibentuk di atas satu komando kepala suku tertentu. Namun setiap suku melalui kepala sukunya langsung kepada pemerintah kabupaten Tambrauw maupun provinsi. (4) berdasarkan point 1,2,3 maka dengan tegas masyarakat adat Mpur menolak serta tidak menghadiri Musyawarah pembentukan Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw yang diselenggarakan tanggal 18-21 Janari 2022. Pernyataan sikap ini ditembuskan kepada pelbagai pihak di Kabupaten Tambrauw.

Usai pernyataan sikap dari Suku Mpur, masyarakat suku Ireres lewat Tinus Syufi kemudian membacakan pernyataan sikap dari masyarakat adat Ireres yang pada intinya juga sama yaitu menolak Musdat Pembentukan Lemata dengan alasan kehadiran lembaga tersebut akan menggerogoti kewenangan para kepala suku dan ketua LMA dan belum saatnya lembaga seperti itu dibentuk di Tambrauw karena masing-masing kepala suku di Tambrauw independen. Usai penyampaian aspirasi, pernyataan sikap tersebut kemudian diserahkan kepada Ketua Panitia Musdat Lemata Paul Baru yang didampingi sejumlah Panitia Musdat.

Apolos Akmuri, sebelum massa membubarkan diri menyesalkan sikap panitia yang tetap ngotot menggelar Musdat Lemata meski sejak awal sudah ada penolakan dari para kepala suku dan LMA. “Kami hari ini datang ke tempat Musdat untuk serahkan pernyataan sikap dan meminta Musdat dibubarkan karena beberapa hari sebelumnya sudah ada penolakan dari suku Mpur Gunung, Mpur Pantai, Suku Ireres, Suku Miyah dan suku Abun tetapi tidak pernah didengar panitia. Kami datang hari ini untuk pastikan, panitia mendengar suara kami. Karena panitia tidak dengar maka masyarakat suku Abun hari ini palang jalan, tebang kayu palang jalan. Kami di wilayah Kebar Raya juga akan palang jalan jika panitia tetap tidak dengar suara kami,” ungkapnya.

Setelah menerima pernyataan sikap, ketua Panitia Paul Baru tidak banyak berbicara. Dia hanya berjanji bahwa pihaknya akan mendengar, mempelajari dan mengakomodir apa yang telah disampaikan oleh perwakilan masyarakat adat suku Mpur dan Ireres (pun suku lainnya) baik saat orasi maupun lewat pernyataan sikap tertulis  dalam Musdat Lemata.

Perwakilan masyarakat suku Mpur dan Ireres kemudian membubarkan diri dengan aman dan tertib dan kembali ke daerahnya masing-masing.

Di tempat terpisah usai pelaksanaan Musdat, Paul Baru yang dikonfirmasi  terkait  pernyataan penolakan Musdat dari suku-suku di Tambrauw mengatakan bahwa semuanya itu adalah  bagian dari dinamika karena selama 14 tahun setelah pembentukan kabupaten Tambrauw masyarakat adat terutama para kepala suku dan tua-tua adat tidak pernah ketemu dan ketika ada kesepakatan dan prosesnya telah berjalan, muncul rasa curiga satu sama lain.

“Penyampaian aspirasi penolakan  itu bagian dari dinamika dan proses serta bagian dari demokrasi untuk pembelajaran. Tetapi  harus diingat bahwa saya tidak bawah diri untuk jadi ketua panitia. Tetapi kami yang kerja dipercayakan para kepala suku yaitu alm. Hofni Ajoi, alm. Welem Wajio, Paulus Jambuani, Nelwan Yeblo, Ignasius Baru, Stef Syufi, Yulius Mirino. Para kepala suku itulah  yang bertemu dan bersepakat pada tanggal 18 November 2019 lalu di Balai Kampung Sausapor untuk membentuk Lemata. Mereka duduk bersepakat untuk mendorong rumah bersama dan mempercayakan saya sebagai ketua panitia. Dan proses itu kita kawal sampai saat ini. Jadi kami hanya menjalankan amanah  yang dipercayakan para kepala suku. Dan  sebelum saya ditunjuk jadi ketua panitia,  sudah ada 2 kali panitia dan bekerja tetapi  bubar sendiri di tengah jalan. Saya masuk ketua panitia ketiga. Jadi ide dan gagasan terkait pembentukan Lemata sebagai  rumah bersama sekali lagi bukan dari seorang Paul Baru atau Panitia tetapi berasal dari para kepala suku dan kami panitia hanya menjalankan, bukan ide saya. Persoalannya, setelah proses sudah jalan kemudian para kepala suku sendiri ada yang buat penolakan, saya tidak tahu. Tetapi bagi saya, itu dinamika dalam sebuah proses menuju penyempurnaan. Namun yang pasti, puji Tuhan, Musdat Lemata  sudah berjalan baik, aman dan sukses karena ada begitu banyak orang hebat yang membantu proses itu. Ini point luar biasa karena selama 14 tahun setelah pembentukan kabupaten Tambrauw, masing-masing suku itu terkunci dalam kamarnya sendiri-sendiri. Kini saatnya Lemata sebagai wadah koordinasi mengajak semua pihak untuk duduk dan berbicara bersama dalam satu ruang yang sama untuk melakukan hal-hal besar untuk membangun Tambrauw ke depan,” ujar Paul Baru menambahkan pihaknya akan melaporkan hasil Musdat itu kepada pemerintah daerah Tambrauw dan kepada para kepala suku yang telah menugaskan panitai bekerja.

Sebelumnya  Lembaga Masyarakat Suku Abun juga menyampaikan surat pernyataan penolakan pembentukan Lemata yang ditandatangani oleh Ketua LMA Nelwan Yeblo dan Sekretaris Kundrat Yeudi. Penolakan juga berasal dari Suku Miyah yang juga menolak pembentukan Lemata dan surat penolakan itu ditandatangani oleh Kepala Suku Miyah Barnabas Sedik dan ditembuskan ke sejumlah pihak baik pemerintah daerah Tambrauw dan DPRD Tambrauw serta pihak kepolisian. (KN4)

ARTIKEL TERKAIT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

five × 5 =

- Advertisment -spot_img

Berita Terakhir